Lewat ketekunan dan semangat pengabdian, Tatiek Kancaniati berhasil mengubah wajah kampung yang mulanya mati dari geliat bisnis menjelma sebagai kampung wisata. Berkat usaha kerasnya pula Desa Tegal Waru kini mampu menyedot pengunjung dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak sekolah, mahasiswa, ibu-ibu PKK, majelis taklim, hingga pebisnis dari seluruh Indonesia.
Lahir dan besar di Desa Tegal Waru, Bogor, membuat Tatiek hapal betul dengan pola kehidupan kaum perempuan di kampung halamannya. Tatiek melihat fenomena dari teman semasa kecilnya, tua sebelum waktunya. Meskipun banyak yang mempunyai usaha rumahan, banyak juga yang putus sekolah lalu menikah. Selanjutnya hanya menjadi ibu rumah tangga tanpa punya keterampilan, dan ada juga yang bekerja dengan upah rendah. Melihat kenyataan inilah, Tatiek mulai berpikir ingin menjadi motor penggerak pengembangan wanita pedesaan. Dengan mendirikan Yayasan Kuntum (Kreativitas Usaha Unit Muslimah) Indonesia tahun 2006, Tatiek memberdayakan ekonomi perempuan desanya dengan memberikan berbagai pelatihan keterampilan untuk usaha rumahan sehingga isu pernikahan dini serta putus sekolah bisa terpecahkan. Namun, karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman, kegiatan Yayasan Kuntum Indonesia tidak berjalan semestinya.
Kegagalan tak menyurutkan langkah perempuan kelahiran 1 Oktober 1974 ini. Setelah menyelesaikan pendidikannya dan mengikuti program social entrepreneur leader, Tatiek kembali bersemangat untuk memperbaiki kualitas kesejahteraan perempuan di kampungnya dengan melakukan pemetaan dan menentukan prioritas kegiatan. Ia terus bersilaturahmi dan melakukan pendampingan kepada masyarakat, baik dalam bentuk modal usaha, manajemen, dan pemasaran produk. Karena masyarakat Tegal Waru umumnya adalah pebisnis yang mempunyai usaha rumahan, Tatiek akhirnya menggagas sebuah Kampung Wisata Bisnis Tegal Waru. Dia pun mulai memahami psikologi masyarakat pedesaan yang sebetulnya mudah dirangkul asalkan dilakukan dengan pendekatan silaturahmi yang baik.
Di sela kesibukannya yang padat, Tatiek menyempatkan waktu berbincang dengan NooR. Berikut kutipannya:
Mengapa ibu begitu ingin menjadikan kampung Tegal Waru sebagai pusat usaha dan kapan tercetusnya?
Sebagai perempuan dan tinggal di desa, saya mempunyai impian mengubah wajah desa menjadi lebih berwarna, lebih mandiri secara finansial. Saya tidak ingin melihat banyak perempuan yang menikah muda dan tak jarang menjadi janda di usia belia. Saya juga melihat warga desa sebenarnya gemar berbisnis, tapi tidak mampu mengembangkan bisnisnya. Salah satu contohnya banyak industri rumahan yang membuat selai kelapa, tapi air kelapa, arang, dan dagingnya tidak dimanfaatkan. Padahal, itu bisa dibikin nata de coco, arang, hiasan bunga, dan kancing. Kebanyakan dari mereka tidak tahu mengenai pemanfaatan limbah. Hal inilah yang membuat saya harus memutar otak untuk memberdayakan mereka.
Teks: Shiera Heltiani | Foto: Shiera Heltiani & Dok. pribadi | Stylist: Maya
Baca selengkapnya di Majalah NooR Volume XII tahun 2014