Menjadi Entrepreneur Itu Baik Namun Menjadi Social Entrepreneur Itu Lebih Baik

Oleh : Tatiek Kancaniati

Alkisah ada  seorang wanita kaya raya dan berhati mulia, hartanya yang melimpah tak membuat ia sombong dan lupa diri. Dari hasil usahanya dalam bidang  tekstil dan peternakan ia mampu memberdayaan ribuan orang. Terhitung bidang-bidang usaha lainpun muncul sejalan dengan meningkatnya permintaan pasar, dari mulai produksi pakaian, aneka asesoris, jilbab hingga pakan ternak untuk mensuplai makanan teknaknya dan tumbuh usaha aneka olahan ternak.

Niat tulusnya dalam membuka lapangan pekerjaan dan mensuport para dhuafa untuk memiliki usaha berbuah manis,  dengan system bagi hasil memberikan keberkahan dan kebaikan yang melimpah pada semua usahanya. Masyarakat sekitar yang dulunya lebih banyak mengemis dan bermaksiat kini sedikit demi sedikit teratasi dengan kiprahnya membuka lembaga sosial yang memberikan bimbingan agar masyarakat bisa hidup mandiri dan lebih bermartabat. Sedikit banyak kebiasaan buruk berjudi dan  pencurian di masyarakat mulai ditinggalkan.

Dalam keseharian aktivitasnya. Ia  menyempatkan silaturahmi keberbagai tetangga dan aktif diberbagai organisasi bak lebah ia selalu memberi manfaat dan kebaikan. Ia lupakan keuntungan uang sebagai tujuan, ia telah dinikmati dalam segala bentuk kegiatan sosial dari berbagai aspek program. Kenikmatan dalam kegiatan sosialnya inilah yang ia katakan sebagai investasi dunia akherat dan jika diakumulasikan dengan rupiah jumlahnya tak terhingga.

Dalam kisah lain, diera zaman serba modern seperti sekarang ini banyak tumbuhnya para pengusaha-pengusaha  yang motivasinya meng-kayakan diri sendiri, segala bentuk dilakukan dalam meraup keuntungan sebesar-besarnya dan memburuhkan pekerja dengan upah minim yang membuat para buruh’beku’ tak bisa berkembang. Selain itu timbul dampak sosial seperti tidak mengindahkan limbah yang dihasilkan dapat merugikan warga sekitar. Dari berbagai kisah diatas tadi kita dapat menyimpulkan kegiatan bisnis manakah yang lebih barakah?

Makna Social Entrepreneurship

Mari kita kenali bagaimana peran Social Entrepreneurship  (SE), merupakan sebuah istilah turunan dari kewirausahaan. Gabungan dari dua kata, social yang artinya kemasyarakatan, dan entrepreneurship yang artinya kewirausahaan.

 Pengertian sederhana dari Social Entrepreneur adalah seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan entrepreneurship untuk melakukan perubahan sosial (social change), terutama meliputi bidang kesejahteraan (welfare), pendidikan dan kesehatan (healthcare) 

Secara umum SE ini  murni sebuah usaha entrepreneurship yang bergerak di bidang sosial. Pada awalnya SE mempunyai inti pemberdayaan dalam bidang kemasyarakatan yang bersifat voluntary atau charity (kedermawanan dan sukarela). Dalam hal ini membentuk sebuah lembaga-lembaga sosial seperti panti asuhan, anak asuh atau donasi untuk beasiswa di bidang pendidikan. Konsep awal mula Social Entrepreneurship tidak menekankan pada usaha untuk menghasilkan profit (non-profit). Jikalau ada profit, bukan menjadi tujuan utama dan nilainya bisa dibilang kecil. Karena inti utama dalah pemberdayaan untuk kemaslahatan bersama.

Target Membantu Kaum Yang Lemah

Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung”. Al Qur’an, surat Ar Rum ayat 38. Dalam ayat ini jelas sebuah seruan setiap orang yang mampu untuk membantu yang lemah.

Sebuah solusi riil untuk membantu meringankan beban orang-orang yang kurang mampu dapat diselesaikan salah satunya dengan mempraktekan SE. Bukan semata mengandalkan lembaga pemerintahan atas nama departemen kesejahteraan sosial. Masyarakat secara pribadi bisa bergerak sendiri. Dan hasilnyapun akan menghasilkan efek ganda, seperti kisah pertama diatas tadi, tumbuhnya kesejahteraan yang meningkat sejalan nilai kewirausahaan untuk mencari profit. Jika selama ini lembaga-lembaga sosial tersebut hanya dipandang sebuah ajang aktualisasi diri untuk saling membantu sesama, maka sebenarnya dengan membangun sendiri sebuah Social Entrepreneurship juga akan mendatangkan profit secara finansial.

Perbedaan Social Entrepreneur dan Entrepreneur

Kewirausahaan sosial sangat berbeda dengan kewirausahaan yang sering kita jumpai, yaitu commercial entrepreneurship. Kecenderungan dari commercial entrepreneurship ialah mengukur keberhasilan lewat kinerja keuangan dan materi-materi tertentu, sedangkan kewirausahaan sosial tidak demikian, keberhasilannya diukur lewat seberapa besar manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat dan mampu melakukan perubahan sosial ke arah yang positif.

Perbedaan lainnya terletak pada mekanisme kerja yang digunakan. Pada commercial entrepreneurship, mekanisme kerjanya adalah berusaha untuk memahami pasar agar dapat menghasilkan produk dan jasa sekaligus profit bagi sang pengusaha. Sedangkan mekanisme pada kewirausahaan sosial adalah memberdayakan masyarakat yang kurang beruntung agar berkesempatan mencapai tingkat kesejahteraan.

Adapun konsep awal dari kewirausahaan sosial lebih diarahkan pada pemberdayaan dalam bidang kemasyarakatan yang bersifat voluntary (sukarela). Prakteknya seringkali dilakukan dalam bentuk lembaga-lembaga sosial, seperti yayasan, panti asuhan, donasi pendidikan atau paguyuban lainnya. Sehingga, kewirausahaan sosial tidak menekankan pada usaha untuk menghasilkan profit melainkan nirlaba. Apabila ada profit, bukan menjadi tujuan utama dari kewirausahaan sosial, karena utamanya ialah pemberdayaan untuk kepentingan sosial.

Bangladesh adalah contoh negara yang berhasil mengembangkan kewirausahaan sosial, dan terbilang sukses memberdayakan masyarakat yang kurang beruntung. Keberhasilan Bangladesh ini tidak terlepas dari peranan Dr Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank. Kewirausahaan sosial yang dikembangkan oleh Yunus dilandasi oleh rasa kepedulian atas kondisi sosial negaranya.

Di lain pihak, apabila kaum miskin ingin mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan formal, acapkali terbentur pada masalah agunan.  Akhirnya, Yunus pun mendirikan kewirausahaan sosial dalam wujud perbankan yang siap menyalurkan kredit bagi warga miskin dengan jaminan yang lebih berharga dari agunan apapun, yakni  “modal sosial.”  Modal sosial tersebut, antara lain harga diri masyarakat, mekanisme kontrol secara sosial, kekerabatan, eksistensi hingga potensi, gotong royong, dan kerja keras.

Untuk mengembangkan kewirausahaan sosial, sejatinya dibutuhkan partisipasi dari individu-individu yang rela berkorban, memiliki kepekaan dan keinginan yang besar untuk mengubah nasib masyarakat di sekitarnya. Sehingga, seorang wirausahawan sosial akan menjadi pemecah kebuntuhan yang handal, pribadi yang memberikan jalan keluar dari pelbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat. Maka dari itu, seorang wirausahawan sosial berfungsi sebagai pembuka jalan, kemudian menunjukkan arah, dan memberi stimulus bagi masyarakat untuk maju dan bangkit.

 

Pada prinsipnya, seorang wirausahawan sosial dituntut memiliki dua kompetensi inti agar mampu menjadi motor penggerak di masyarakat. Diantaranya :

Pertama : Kreatifitas, yaitu kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan mencari tahu cara-cara baru dalam melihat suatu permasalahan serta peluang-peluang yang muncul di masyarakat

Kedua : inovasi, yaitu kemampuan untuk menerapkan solusi yang kreatif terhadap suatu permasalahan berikut memanfaatkan kesempatan yang ada. Maka, seorang wirausahawan sosial harus menjadi inovator, bukan follower. Bahkan tidak hanya berhenti sampai pada proses penciptaan atau penemuan ide, tetapi melanjutkannya dengan  merealisasikannya ke dalam bentuk inovasi.

Para Muslimah BMI Hongkong. Peranan perempuan dalam social entrepreneur sangat selaras, fitrah perempuan yang memiki sifat kelembutan, strugel, ramah, berinovasi tinggi, kepedulian, kreatif dan lain-lain menjadi modal dasar menjadi leader di wilayahnya..semoga dengan proses penyadaran dan tumbuhnya wirausahawan sosial diharapkan mampu mengidentifikasi dinamika yang terjadi di masyarakat, memecahkan masalah dengan inovasi dan kreatifitas, menyebarluaskan pemecahannya, serta meyakinkan masyarakat untuk berani melakukan perubahan. Salam SSuper Kreatif ^_^ (TK)

** Tuliasan dibawah ini di kasih kotak aja mba anna…

*Kenikmatan Menjadi Seorang Social Entreprenuer Tak Ternilai*

Kebahagiaan hidup bisa bermanfaat untuk orang banyak tentu dambaan setiap orang..langkah menjadi seorang social entrepreneur (SE) adalah salah satunya..Sejalan dengan fitrah se

bagai mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam keseharian kitapun dapat saling berbagi dalam banyak hal dalam memenuhi kebutuhan hidupnya..pendekatan dalam mempengaruhi orang lain dalam pendekatan entreprenuer menjadi salah satu ciri Khas seorang yang memiliki jiwa SE..

Mari kita pelajari beberapa krieria yang menjadi pembeda antara seorang wirausahawan sosial dengan pebisnis umumnya :

Pertama, menjadi seorang social entrepreneur harus mau berkorban dan segera bertindak. Pengorbanan bukan cuma harta benda, melainkan juga naluri untuk bersenang-senang, waktu, tenaga dan pikiran. kebahagiaan rasa memberi terbaik telah menyingkirkan diri dari kelenaan seperti itu.

Kedua, kesediaan untuk memulai bekerja dengan diam-diam. Social Entrepreneur memulai karyanya dari hal-hal kecil di daerah yang awalnya tidak dikenal banyak orang. namaun dengan kerja gerilyanya ini daerah tersebut akhirnya menjadi ‘buah bibir’ menginpirasi dan bom kebaikan.

Ketiga, Bekerja dengan energi penuh. Orang yang berenergi penuh ’tak ada matinya’. Ia melakukan banyak hal sekaligus dengan menembus berbagai dinding-dinding penyekat. Ia tak mengenal batas-batas yang dibuat manusia untuk membatasi ruang geraknya. Tanpa berpikir keuntungan yang akan didapat, wirausahawan sosial meledakkan segala ide kreatif mereka demi peningkatan kualitas hidup masyarakat luas.

Keempat, ia menghancurkan the established structures. Ia benar-benar bekerja independent dan tak mau terbelenggu oleh struktur yang seakan-akan mewakili kebenaran. Mereka bisa saja ditemukan di antara pegawai-pegawai pemerintahan atau dosen di universitas, tetapi yang adalah kebebasannya dalam bertindak dan berpikir. Mereka punya kecerdasan yang luar biasa dalam mengambil jarak untuk melihat ”beyond the orthodoxy” dalam bidang/pekerjaan mereka. Untuk melakukan hal ini, mereka mengambil resiko yang terlihat aneh, bahkan adakalanya dimusuhi oleh orang umum karena menjadi orang yang terasing namun akhirnya terbelalak ketika misi yang kita jalankan menuai kebaikan

Kelima, kesediaan melakukan koreksi diri. Kewirausahaan sosial memerlukan kejernihan berpikir dan sikap-sikap positif. Artinya, kalau suatu langkah tidak bekerja dengan baik, mereka harus rela mengkoreksinya. Pada tahun 1990-an orang-orang sudah meyakini karya besar Muhammad Yunus yang sukses dengan Grameen Bank-nya untuk melayani segmen mikro, tetapi ia melihat tetap ada kelemahan yang merepotkan debitur untuk melunasi hutangnya. Pada tahun 2002, Yunus meluncurkan Grameen Bank II untuk melayani nasabah-nasabah mikro-nya dengan lebih baik lagi.

Keenam adalah kesediaan berbagi keberhasilan. Mereka adalah orang-orang yang rendah hati, yang bekerja dengan prinsip, ”sukses ini bukan karena semata-mata karya Saya.”..tapi “suskes ini adalah karena kerja kami”